Panduan Lengkap Sertifikasi Halal Lengkap dengan Prosesnya

Panduan Lengkap Sertifikasi Halal Lengkap dengan Prosesnya

Mungkin Anda sudah tahu bahwa sekarang ini sudah sangat banyak rumah makan yang mensertifikasi warung makanya dengan sertifikasi halal. Walaupun memang ada beberapa yang masih belum tahu, produk makanan, minuman, obat-obatan, serta kosmetik sangat perlu mendapatkan sertifikasi halal mengingat di Indonesia sendiri mayoritasnya adalah Umat Muslim.

Jika Anda ingin mendapatkan sertifikasi halal pada produk Anda, ada beberapa panduan yang harus Anda perhatikan untuk mendapatkan sertifikasi halal, Anda bisa menyimaknya panduan lengkap sertifikasi halal dan jelas di sini.

Panduan Lengkap Sertifikasi Halal: Langkah-langkahnya

Sertifikasi halal adalah proses yang penting bagi produsen makanan dan produk lainnya untuk memastikan bahwa produk mereka sesuai dengan syariat Islam. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diikuti dalam proses sertifikasi halal:

  • Persyaratan Awal: Produsen harus menyiapkan berbagai dokumen yang diperlukan, seperti data perusahaan, daftar produk, bahan baku yang digunakan, serta proses produksi.
  • Pengajuan Permohonan: Produsen harus mengisi formulir permohonan sertifikasi halal yang disediakan oleh lembaga sertifikasi halal.
  • Pemeriksaan: Lembaga sertifikasi akan memeriksa dan memverifikasi semua dokumen yang telah diserahkan.
  • Penetapan LPH: Lembaga sertifikasi akan menunjuk Lembaga Pemeriksa Halal yang berkompeten untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
  • Pengujian: LPH akan mengambil sampel produk untuk diuji di laboratorium.
  • Pengecekan: LPH melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh proses produksi, termasuk bahan baku, peralatan, dan prosedur operasional.
  • Keluarnya Fatwa: Dewan fatwa di lembaga sertifikasi akan mengkaji laporan dari LPH dan menentukan apakah produk tersebut memenuhi kriteria halal.
  • Penerbitan Sertifikasi Halal: Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan, lembaga sertifikasi akan menerbitkan sertifikat halal untuk produk tersebut.

Panduan Sertifikasi Halal MUI

Setiap pelaksanaan sertifikasi ini harus dilakukan oleh pihak yang terkait dan harus dilakukan di laboratorium. Di sini, bekerja sama dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang memiliki ketetapan apakah memang produk tersebut sudah lolos sertifikasi halal atau belum.

Untuk panduan sertifikasi halal MUI adalah sebagai berikut:

1. Memahami Persyaratan dan Mengikuti Pelatihan SJH

Perusahaan harus memahami persyaratan yang ditetapkan dalam HAS 23000. Anda dapat melihat ringkasan HAS 23000 di sini.

Selain itu, perusahaan wajib mengikuti pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI, baik secara reguler maupun online (e-training). Informasi lebih lanjut mengenai pelatihan SJH dapat ditemukan di sini.

2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH)

Sebelum mengajukan sertifikasi halal, perusahaan harus menerapkan SJH. Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi penetapan kebijakan halal, pembentukan Tim Manajemen Halal, pembuatan Manual SJH, pelaksanaan pelatihan, penyiapan prosedur terkait SJH, pelaksanaan audit internal, dan kaji ulang manajemen.

LPPOM MUI menyediakan dokumen panduan yang dapat membantu perusahaan dalam menerapkan SJH. Dokumen ini bisa dipesan di sini.

3. Menyiapkan Dokumen Sertifikasi Halal

Perusahaan harus menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk sertifikasi halal, seperti daftar produk, daftar bahan dan dokumen bahan, daftar penyembelih (untuk RPH), matriks produk, manual SJH, diagram alur proses, daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan internal, dan bukti audit internal.

4. Melakukan Pendaftaran Sertifikasi Halal

Pendaftaran sertifikasi halal dilakukan secara online melalui sistem Cerol di website www.e-lppommui.org. Perusahaan harus membaca user manual Cerol terlebih dahulu untuk memahami prosedur sertifikasi halal. Manual ini dapat diunduh di sini. Data sertifikasi harus diunggah secara lengkap agar dapat diproses oleh LPPOM MUI.

5. Monitoring Pre Audit dan Pembayaran Akad Sertifikasi

Setelah mengunggah data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi. Monitoring pre audit sebaiknya dilakukan setiap hari untuk memeriksa kesesuaian hasil pre audit. Pembayaran akad sertifikasi melibatkan pengunduhan akad di Cerol, pembayaran biaya akad, penandatanganan akad, dan konfirmasi pembayaran di Cerol yang disetujui oleh Bendahara LPPOM MUI melalui email ke: [email protected].

6. Pelaksanaan Audit

Audit dilakukan setelah perusahaan lolos pre audit dan akad sudah disetujui. Audit ini mencakup semua fasilitas yang terkait dengan produk yang disertifikasi.

7. Monitoring Pasca-Audit

Setelah mengunggah data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pasca-audit setiap hari untuk memeriksa hasil audit dan memperbaiki ketidaksesuaian yang ditemukan.

8. Memperoleh Sertifikat Halal

Perusahaan dapat mengunduh sertifikat halal dalam bentuk softcopy dari Cerol. Sertifikat asli bisa diambil di kantor LPPOM MUI Jakarta atau dikirim ke alamat perusahaan. Sertifikat halal berlaku selama dua tahun.

Dokumen yang Dibutuhkan untuk Sertifikasi Halal

Jika Anda melihat pada point dokumen, memang sebenarnya dokumen yang dibutuhkan untuk sertifikasi halal ini ada banyak dan pada setiap produsen atau RPH memiliki dokumen yang berbeda-beda.

Berikut ini adalah penjelasan dokumen yang dibutuhkan untuk sertifikasi halal yang perlu Anda perhatikan dna Anda siapkan:

  1. Ketetapan Halal Sebelumnya: Diperlukan untuk kelompok produk yang sama (khusus registrasi pengembangan atau perpanjangan).
  2. Manual SJPH: Diperlukan untuk registrasi baru, pengembangan dengan status SJH B, atau perpanjangan.
  3. Status/Sertifikat SJPH Terakhir: Diperlukan untuk registrasi pengembangan dan perpanjangan.
  4. Diagram Alir Proses Produksi: Untuk setiap jenis produk yang didaftarkan.
  5. Pernyataan Pemilik Fasilitas Produksi: Menyatakan bahwa fasilitas tidak digunakan secara bergantian untuk produk halal dan produk yang mengandung babi/turunannya, atau telah dicuci sesuai ketentuan jika pernah digunakan untuk produk yang mengandung babi.
  6. Daftar Alamat Fasilitas Produksi: Termasuk pabrik maklon dan gudang bahan/produk intermediet. Untuk restoran, mencakup kantor pusat, dapur eksternal, gudang eksternal, dan tempat makan/minum. Untuk produk gelatin, alamat seluruh pemasok bahan baku harus dicantumkan jika bahan baku tidak bersertifikat halal.
  7. Bukti Diseminasi Kebijakan Halal.
  8. Bukti Kompetensi Tim Manajemen Halal: Sertifikat penyelia halal, sertifikat pelatihan eksternal, atau bukti pelatihan internal (daftar hadir, materi pelatihan, dan evaluasi). Untuk registrasi pengembangan fasilitas, bukti pelatihan internal di fasilitas baru tersebut diperlukan.
  9. Bukti Pelaksanaan Audit Internal SJH.
  10. Bukti Izin Perusahaan: Seperti NIB, Surat Izin Usaha Industri, Surat Izin Usaha Mikro dan Kecil, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau Surat Keterangan Keberadaan Sarana Produksi dari perangkat daerah setempat (untuk perusahaan di Indonesia).
  11. Sertifikat atau Bukti Penerapan Sistem Mutu atau Keamanan Produk: Jika ada, seperti sertifikat HACCP, GMP, FSSC 22000 untuk pangan, sertifikat laik hygiene sanitasi untuk restoran dan jasa boga, Cara Pembuatan Pangan yang Baik (CPPB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), dan lainnya.
  12. STTD dari BPJPH.

Sedangkan untuk RPH atau Rumah Potong Hewan, ini juga harus memiliki sertifikasi halal yang dokumennya yang menjadi tambahan adalah sebagai berikut:

  1. Nama penyembelih hewan.
  2. Metode yang digunakan untuk menyembelih apakah itu manual atau menggunakan mesin.
  3. Metode stunning.

Kesimpulan

Bagaimana? Apakah Anda sudah paham tentang bagaimana panduan lengkap sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI? Ternyata memang sangat mudah untuk mendapatkan setifikasi halal. Jadi bagi Anda yang bergerak di dalam bidang industri makanan atau minuman, kosmetik, atau apapun itu dan juga RPH yang ingin mendapatkan sertifikasi halal, sudah sangat jelas panduannya di atas beserta dokumen apa saja yang harus Anda siapkan.