Sebelum sebuah produk diluncurkan, produk harus melalui tahap pengujian untuk memastikan keamanannya. Uji klinis merupakan prosedur untuk mengevaluasi obat, perangkat medis baru, dan perawatan medis dalam hal keamanan dan kemanjurannya.
Uji klinis ini akan mengujicobakan produk kepada manusia untuk melihat respon tubuh pada produk. Dengan adanya tahap pengujian, produsen dapat memvalidasi formula obat maupun perawatan medis lain agar dapat memberi efek yang optimal kepada pengguna.
Proses uji klinis memiliki serangkaian prosedur atau tahapan spesifik yang perlu dilewati dalam menguji suatu produk. Nah, apa saja urutan uji klinis dan apa perannya pada industri? mari simak selengkapnya!
Daftar Isi
Mengapa Harus Melakukan Uji Klinis?
Formula obat atau produk perawatan medis seringkali ditemukan tidak efektif dan di beberapa kasus bahkan mengancam keamanan pengguna. Agar hal tersebut tidak terulang kembali, produsen farmasi diwajibkan untuk melakukan uji klinis.
Pelaksanaan uji klinis membantu produsen untuk memperoleh data terkait efektivitas dan keamanan dari produk, khususnya perawatan atau produk pengobatan. Data uji klinis bisa jadi landasan untuk memutuskan apakah produk disetujui untuk dipasarkan karena sudah memenuhi regulasi dan standar keamanan.
Uji klinis merupakan langkah evaluasi yang cukup krusial. Untuk melakukannya, perlu adanya observasi mendalam. Pasalnya, uji ini melibatkan beberapa tahapan yang perlu dilalui.
Urutan Tahapan Uji Klinis
Resiko penggunaan produk yang tidak lolos uji klinis sangat besar dan mengintai kesehatan. Dalam uji klinis, produk farmasi akan dievaluasi kepatuhannya terhadap standar, keamanannya, dan efektivitas formulanya. Itu semua akan dilakukan pada beberapa tahap uji klinis. Berikut adalah urutannya.
Tahapan Pra-Klinis
Tahapan pra-klinis merupakan tahap paling dasar dalam rangkaian uji ini. Di tahap ini, proses uji fokus untuk mengevaluasi keamanan produk pada hewan atau sistem in vitro. Selain keamanan, potensi efektivitasnya juga akan dievaluasi. Yang menjadi aspek penilaian yaitu efek biologis, dosis, dan toksisitasnya.
Fase I
Beralih ke fase I, dimana fase ini merupakan tahapan uji klinik pertama yang akan memperluas keberagaman pengujian. Produk akan diuji langsung pada manusia untuk melihat efeknya secara nyata. Fase ini memungkinkan produsen untuk mengamati dosis yang tepat, keamanan, dan efek samping yang mungkin terjadi pada manusia.
Percobaan produk dilakukan pada 20 hingga 100 sukarelawan dengan kondisi sehat atau pasien yang memiliki kondisi yang relevan dengan efek obat. Tujuan fase I lebih condong untuk menentukan kinerja obat meliputi interaksinya dengan tubuh manusia, penyerapan, distribusi, metabolisme, dan eksresi.
Fase II
Di fase II ini produk akan dievaluasi lebih lanjut untuk melihat kinerjanya dan sejauh apa keamanan obat dapat terkendali. Melibatkan 100-300 target oleh intervensi dengan kriteria khusus yakni pasien dengan kondisi yang dibutuhkan.
Prioritas pengujian di fase ini sudah mulai bergeser yakni untuk menentukan apakah intervensi efektif dalam mengobati kondisi tertentu. Lalu tujuan berikutnya yaitu mengidentifikasi efek samping secara umum yang dialami oleh mayoritas target uji.
Fase III
Fase III melibatkan lebih banyak peserta percobaan produk yaitu 1.000 sampai 3.000 atau bahkan lebih. Kriterianya adalah pasien dengan kondisi yang sudah ditargetkan. Dengan percobaan secara luas, fase ini bertujuan untuk mengkonfirmasi efektivitas, memantau efek samping, dan menemukan data terkait penggunaan yang aman dan untuk membandingkan dengan obat yang sudah ada sebelumnya.
Fase IV
Fase IV atau terakhir ini dilakukan setelah produk dipasarkan. Tujuan utama dari fase ini yaitu untuk memonitoring efek obat dalam jangka panjang. Dengan adanya monitoring ini, produsen memiliki data yang berguna untuk mempelajari manfaat, resiko, dan penggunaan terbaik dari intervensi.
Yang masuk ke dalam percobaan tidak lagi ditargetkan, melainkan populasi umum yang telah menggunakan produk. pemantauan keamanan dan efektivitas obat menjadi fokus pengujian di fase IV.
Kesimpulan
Produsen farmasi khususnya, harus melakukan uji klinis terhadap obat baru, perawatan medis atau perangkat medis yang baru dirancang. Uji klinis merupakan langkah yang tepat untuk mengevaluasi keamanan dan efektivitasnya pada sejumlah pasien yang telah ditargetkan sesuai fase-fasenya. Tahapan uji klinis sangat membantu untuk memonitoring keamanan jangka panjang bahkan setelah obat dipasarkan.